Home » , » The Last Race, Sebuah Cerpen Horor

The Last Race, Sebuah Cerpen Horor

Written By Mimin on Thursday, October 24, 2013 | 8:11 AM

Malam Jumat tiba! Mungkin bagi kamu yang sudah punya istri malam Jumat punya keistimewaan tersendiri. Karena kamu punya waktu ihuk-ihuk sama pasangan kamu. Tapi, bagi para jomblo, kamu bisa melakukan apapun, termasuk membaca cerpen horor The Last Race ini. Hehehe... Selamat membaca ^^

***

The Last Race, Sebuah Cerpen Horor
Malam itu, selain dingin dan gelap, jalanan sangatlah ramai. Segerombolan pemuda terlihat sedang kongkow-kongkow di pinggir jalan beserta motor balap masing-masing. Mereka adalah kelompok Jonny cs, geng motor paling berjaya se-Jakarta, yang sedang menanti kedatangan kelompok Rotor X, geng motor pendatang baru. Ya, malam itu Jonny si pemimpin Jonny cs memang dijadwalkan akan melakukan balapan dengan Hanar si pemimpin Rotor X. Keduanya merupakan rival berat dengan kemampuan yang setara. Maka, mengalahkan Hanar akan menjadi gengsi tersendiri bagi Jonny.

Selang tiga puluh kemudian, di kejauhan terdengar suara-suara deru motor yang memekakkan telinga. Suara-suara itu adalah suara motor kelompok Rotor X. Jonny menyambut kedatangan mereka dengan menyedekapkan kedua tangan di dada. Tatapannya penuh kesombongan. Sementara anak buahnya berbaris di belakangnya. Mereka berlagak sama angkuh.

Kelompok Rotor X pun tiba di tempat Jonny dkk berdiri. Hanar segera turun dari motornya dan berdiri berhadap-hadapan dengan Jonny. Diikuti anak buahnya yang berdiri di belakangnya.

Jonny tersenyum, sedikit meremehkan lagak Hanar. "Apa yang berani lo taruhkan?" Jonny menggertak tanpa basa-basi.

Hanar sendiri menghadapi keangkuhan Jonny dengan senyuman. Kelihatannya dia cukup santai dan yakin akan memenangi balapan kali ini. “Tangan kanan, bagaimana?” Hanar akhirnya menyahut pertanyaan Jonny.

Jonny tidak langsung menjawab. Sebuah pertaruhan yang tidak main-main. Bagi rider, kehilangan tangan kanan sama artinya dengan membunuh mereka. Itu artinya, takkan ada balapan selanjutnya. Jonny sedang berhitung dengan peruntungannya. Menimang-nimang seberapa besar peluang kemenangan bisa diciptakannya.

“Gimana, berani nggak?” Hanar bertanya lagi seraya berkacak pinggang, menantang keangkuhan Jonny dengan gertakannya. Kemudian, dia menengok ke belakang meminta dukungan anak buahnya.

“Siapa takut?!” akhirnya Jonny siap meladeni tantangan Hanar. Toh, selama ini dia tidak pernah kalah dari pembalap manapun. Dan kali ini pun dia tidak akan kalah dari Hanar.

Ketika itu, Dhogon langsung menghampiri Jonny. Dhogon adalah mekanik motor Jonny. “Yakin dengan keputusan lo, Bos?”

Jonny mengangguk mantap. Tapi, Dhogon menangkap sekilas kekhawatiran di wajah Jonny. ‘Pertanda apa itu?’ batin Dhogon. “Hanar harus kehilangan tangan kanannya, biar dia tidak sesumbar!” pada mekanik terpercayanya itu.

***

Setelah melakukan persiapan, kedua pembalap liar itu bersiap di motornya di posisi start. Keduanya saling membuka gas motor untuk menyiutkan nyali lawannya. Dhogon buru-buru mendatangi Jonny dan membisikkan sesuatu. “Kadang kita harus tahu, kapan saatnya berani dan kapan saatnya menjaga diri. Supaya tidak kehilangan diri sendiri.”

Mendengar kata-kata Dhogon, emosi Jonny meninggi. Sambil mencengkeram kerah baju Dhogon, Jonny berkata, “Lo pikir gua takut apa?”

Dhogon menepis kedua tangan Jonny. Lalu, menjelaskan maksudnya. “Bukan gitu maksud gua, Bos. Cuma sekadar saran, kalau lo nggak siap lebih baik di-pending aja balapannya. Lo nggak harus lari. Gua nggak mau pulang bawa berita sedih buat orang tua lo.”

“Diem lo!” Cuma itu jawaban yang keluar dari mulut Jonny. “Reputasi adalah segalanya.”

“Gimana, udah siap belum lo?” teriak Hanar, yang sudah bersiap di motornya.

Dhogon mundur. Jonny menutup kaca helm dan mengacungkan jempolnya pada Erika si gadis start. Sebelum memandangi track-nya, Jonny dan Hanar saling berpandangan.

Dengan gemulai, Erika berdiri di antara Jonny dan Hanar. Berikutnya, Erika mengangkat kedua tangannya.

“Jonny, are u ready?” Erika menunjuk Jonny. Jonny menggas motornya

“Hanar, are you ready?” Erika menunjuk Hanar. Hanar juga melakukan hal yang sama seperti Jonny.

Lalu, Erika menurunkan kedua tangannya, “Go!"

Motor kedua pembalap itu melaju. Suaranya meraung-raung menyatu bersama dengan kendaraan lain. Tanpa ampun, Jonny menggeber motornya dengan kecepatan setan. Sehingga, dia berhasil memimpin. Di belakangnya Hanar menguntit, terpaut cukup lumayan.

Di tikungan pertama, Joony berhasil melalui dengan permainan gas, rem dan kopling yang handal. Dia dapat terus melaju tanpa mengurangi terlalu banyak kecepatan. Begitu pula dengan Hanar melakukan hal yang sama. Walaupun, jalanan ramai dengan truk-truk besar dan kendaraan pribadi, Jonny dan Hanar bisa mengatasinya dengan mudah. Mereka meliuk-liuk, menyalip mobil-mobil itu. Hanar tampaknya lebih lihai dibandingkan Jonny dalam masalah ini. Terbukti dia berhasil memperpendek jarak antara dirinya dengan Jonny.

Jonny menengok ke belakang, seperti para pembalap GP 500 beraksi, saat melihat lawannya merapat. Di saat itulah, Jonny teringat pesan Dhogon. Perasaan takut kalah, terlebih perasaan takut kehilangan anggota tubuh mulai menyelimuti hati Jonny. Karena itu, tanpa peduli ada truk atau mobil lain, Jonny mencoba memperlebar jarak antara dirinya dan Hanar dengan menambah kecepatan pol mentok.

Rasa khawatir Jonny perlahan hilang ketika melihat tikungan terakhir. Jonny merasa dirinya bakalan menang, yang sayangnya cuma perasaannya saja. Tepat di tikungan terakhir itu, ada sebuah truk sedang mogok. Jonny yang sedang memacu motornya terkejut dan mencoba menghindarinya. Namun, terlambat! Motor Jonny keburu oleng tidak bisa dikendalikan.

Seketika, brakkk...

Motor Jonny menabrak pembatas jalan. Membuat tubuhnya terpental ke jalan sejauh beberapa meter. Jonny masih bergerak-gerak. Rupanya dia belum kehilangan kesadarannya. Dengan sisa-sisa kekuatannya, Jonny mencoba berdiri untuk membuka helmnya. Dari mulut Jonny menyembur darah segar ke segala penjuru. Beberapa detik berikutnya, Jonny limbung lalu ambruk lagi. Rasa sakit yang luar biasa mulai menjalar ke seluruh tubuh Jonny.

Hanar yang sampai di tkp berhenti untuk melihat keadaan Jonny. Tapi, dia cuma menatapnya dalam diam tanpa melakukan apa-apa. Lalu, dia berujar, “Kayaknya, gua nggak perlu memotong tangan kanan lo ya?”

“Tolong gua...” pinta Jonny. Tangannya mencoba menggapai-gapai Hanar dengan tangan kanannya.

Hanar kemudian menaiki motornya dan pergi ke garis finish. “Mampus aja lo!”

Dari mata, hidung, dan telinga Jonny merembes darah kental. Saat ini, Jonny berjuang menawar maut—dia berada di batas antara hidup dan mati. Kedua tangannya patah. Pandangannya mengabur. Napasnya makin terengah-engah. Mulutnya kaku. Sewaktu orang-orang sekitar yang melihat kejadian itu berdatangan satu per satu, sebuah mobil tampak melaju kencang. Si pengemudi mobil sepertinya tidak melihat tubuh Jonny bersimbah darah yang tergeletak di jalan raya. Jonny cuma dapat melihat dua cahaya dari lampu mobil, yang mirip dengan mata malaikat maut makin lama makin mendekat jelas. Dan, … empat roda mobil pun menggilas tubuhnya bak sebuah polisi tidur.

Dari mulut Jonny hanya terdengar suara, “Grrhhhrhrh.”   

***

Sementara itu, Hanar yang telah berhasil mencapai garis finish disambut penuh kemenangan oleh anak buahnya. Anak buah Hanar bungkam. Mereka tahu telah kalah. terdiam, mengetahui kekalahan mereka. Dhogon segera mendekat kepada Hanar dan bertanya di mana Jonny berada. Karena, setelah ditunggu selama beberapa saat tidak tampak batang hidungnya.

“Lo apain Jonny?” Dhogon bertanya kepada Hanar.

“Kalem bro. Gua nggak melakukan apa-apa, tapi kayaknya temen lo lagi butuh bantuan di tikungan terakhir sono,” jawab Hanar.

Dhogon segera berlari ke motornya dan memacunya ke tikungan terakhir.

Sebelum Dhogon pergi, Hanar berteriak yang membuat Dhogon semakin jengkel, “Oiya, soal taruhannya anggep aja udah dibayar!”

Di sana, Dhogon melihat jenazah Jonny, dikerumuni banyak orang. Dhogon lemas. Firasatnya ternyata benar.[]

***

Bagus nggak cerita horor The Last Race ini? Komen di box ya...

1 comments: